PRAKTIKUM EKONOMI DI BAITUL MAL WA TAMWIL BERINGHARJO CABANG PONOROGO (MUSYARAKAH)

Posted on 1 April 2010

2


BAB I

PENDAHULUAN

Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia Islam lainnya, menginginkan sistem perekonomian yang  berbasis nilai-nilai dan prinsip syari’ah untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat. Hal ini sangat jelas, sebab selama Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah, diingat pada saat kelahiran bayi, ijab qabul pernikahan, serta penguburan mayat, sementara intu dimarginalkan dari dunia perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan proyek, dan transaksi eksport import, maka umat Islam telah mengubur Islam dalam-dsalam dengan tangannya sendiri.

Sangat disayangkan, dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan pasar uang, karena yang pertama adalah dunia putih, sedangkan yang kedua adalah dunia hitam, penuh tipu daya dan kelicikan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bila beberapa cendekiawan dan ekonomi melihat Islam, dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya, sebagai faktor penghambat pembangunan. Penganut paham liberalisme dan pragmatisme sempit ini menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan Asia pada khususnya serta resesi dan ketidakseimbangan ekonomi global pada umumnya, adalah suatu bukti bahwa asumsi diatas salah total, bahkan ada sesuatu yang tidak beres dalam sistem yang  kita anut selama ini. Tidak adanya nilai-nilai Ilahiyah yang melandasi operasional perbankan dan lembaga keuangan lainnya telah menjadikan lembaga penyuntik darah pembagunan ini sebagai sarang-sarang perampok berdasi yang meluluh lantakkan sendi-sendi perekonomian bangsa.

Adanya kenyataan bahwa 63 bank sudah ditutup, 14 bank telah ditake over, dan 9 bank lagi harus direkapitalisasi dengan biaya ratusan trilliun rupiah, rasanya amatlah besar dosa para bankir bila tetap berdiam diri dan berpangku tangan tidak melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

Sekarang, saatnya kita menunjukkan bahwa muamalah syari’ah dengan filosofi utama kemitraan dan kebersamaan dalam profit dan risk dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan. Sekarang, saatnya kita membuktikan bahwa dengan sistem perbankan syari’ah kita dapat menghilangkan wabah penyakit negativ spread (keuntungan minus) dari dunia perbankan.

A. Sejarah Berdirinya BMT (Baitul Maal wa Tamwil)

Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syari’ah. Operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro seperti BPR syari’ah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasionalisasi didaerah. Dilain pihak, beberapa masyarakat harus menghadapi rentenir atau lintah darat. Maraknya rentenir di tengah-tengah masyarakat mengakibatkan masyarakat semakin terjerumus pada masalah ekonomi yang tidak menentu. Besarnya pengaruh rentenir terhadap perekonomian masyarakat tidak lain karena tidak adanya unsur-unsur yang cukup akomodatif dalam menyelesaikan masalah yang masyarakat hadapi. Oleh karena itu, BMT diharapkan mampu berperan aktif dalam memperbaiki kondisi ini.[1]

Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia mulai dikenal masyarakat sebagai sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah. Tidak salah kalau kemudian masyarakat Indonesia lebih mengenal “BMT” sebagai “Bank Mikro Syari’ah” yang beroperasi disekitar lingkungan masyarakat seperti di pasar-pasar, kawasan pedesaan, pinggiran kota, atau bahkan ada yang berkantor di sebuah masjid. Penulis tidak bermaksdu untuk menyatakan hal tersebut salah, namun sebenarnya Baitul Maal wa Tamwil itu adalah konsep Industri Perbankan Syari’ah yang menekankan adanya konsentrasi usaha perbankan yang tidak hanya mengelola unit bisnis saja, namun juga mengelola unit sosial yang memiliki fungsi intermediary unit antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana.[2]

B. Sejarah Berdirinya BMT “Beringharjo”

Berdirinya Baitul Maal wat Tamwil Beringharjo (BMT BDB) bermula dari digelarnya Pendidikan dan Latihan (Diklat) Manajemen Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS) dan Ekonomi Syariah di BPRS Amanah Ummah di Leuwiliang, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 1-5 September 1994.

Dari diklat tersebut pada tanggal 2-6 November 1994 di Semarang digelar pula Diklat yang sama sekaligus sebagai tonggak awal terbentuknya Forum Ekonomi Syariah (FES) dimana kedua Diklat tersebut diprakarsai oleh Dompet Dhuafa (DD) Republika dan Asosiasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) se-Indonesia (ASBISINDO). Diklat ketiga diadakan di Yogyakarta pada tanggal 5-11 Januari 1995. Dari ketiga Diklat tersebut beberapa peserta kemudian ikut magang dan diberi kesempatan untuk mendirikan BMT yang dimodali oleh Dompet Dhuafa Republika.[3]

Dra. Mursida Rambe dan Ninawati, SH adalah dua orang peserta yang mengikuti ketiga Diklat tersebut. Seusai keduanya mengikuti Diklat mereka kemudian mengikuti magang di BPR Syariah Margi Rizki Bahagia dibilangan Bantul, Yogyakarta. Selepas magang kedua orang aktivis ini mulai melakukan survey pasar, lokasi, lobby-lobby dan persiapan lainnya untuk mendirikan BMT yang pada waktu itu baru pertama kali ada di Yogyakarta.

Dengan keteguhan hati kedua akhwat tersebut dan di-support oleh Dompet Dhuafa Republika, berjalanlah proses pematangan BMT Bina Dhuafa Beringharjo. Bermodalkan niat baik untuk melakukan perubahan bagi para kaum dhuafa dan semangat yang pantang menyerah, akhirnya Dra. Mursida Rambe dan Ninawati, SH berhasil mendirikan BMT Beringharjo pada tanggal 31 Desember 1994 di serambi Masjid Muttaqien Pasar Beringharjo. Dengan bermodalkan Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) keduanya mulai membangun BMT dengan keikhlasan dan keterbatasan. Keduanya sadar bahwa membangun kepercayaan dari masyarakat dengan prinsip kejujuran dan komitmen untuk tetap bisa membantu masyarakat kecil akan semakin meneguhkan keberadaan BMT di hati masyarakat.

Pada saat itu, semuanya serba terbatas kalau tidak ingin dikatakan serba darurat. Untuk keperluan administrasi kantor mereka harus meminjam mesin ketik seorang teman kos selama 1 (satu) tahun. Tidak hanya sekedar meminjam mesin ketik, meja dan kursi pun mereka pinjam dari ruangan takmir Masjid Muttaqien. Bahkan fasilitas telpon mereka pinjam dari seorang sahabat. Pada bulan ketiga pendirian BMT mereka sempat kaget karena mereka mendapat honor sebesar Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah). Mereka tidak menyangka kalau akhirnya mereka mendapat honor, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah mereka pikirkan.

BMT Beringharjo secara informal berdiri pada 31 Desember 1994 dan secara resmi didirikan bersamaan dengan 17 BMT lainnya di Indonesia pada tanggal 21 April 1995 di Yogyakarta oleh wakil Presiden kala itu yaitu Bapak. Prof. DR. Ing. BJ. Habibie Kantor pertama BMT Beringharjo berada di pelataran Masjid Muttaqien Pasar Beringharjo Yogyakarta. Akhirnya pada tahun 1997 BMT Bina Dhuafa Beringharjo memiliki badan hukum Koperasi dengan nomor 157/BH/KWK-12/V/1997. Sejak saat itu hubungan kerja sama dengan Dompet Dhuafa Republika terus terjalin dengan erat, terlebih setelah adanya Memorandum of Understanding (MoU) kedua pada tanggal 10 Maret 2001. Pada saat itu Dompet Dhuafa Republika menyertakan modalnya pada BMT Bina Dhuafa Beringharjo.[4]

Dukungan dana dari Dompet Dhuafa Republika membuat perkembangan BMT Beringharjo semakin baik. Pada tahun 2003 BMT Beringharjo memiliki kantor kedua yang terletak di jalan Kauman Yogyakarta dengan diperkuat oleh 42 karyawan dan aset per-Maret pada tahun 2003 yang mencapai 5,1 milyar rupiah.

Dipilihnya brand mark Bina Dhuafa sebagai implementasi kegelisahan yang sangat tinggi para pendirinya untuk bisa bertindak nyata meningkatkan pemberdayaan ekonomi kelas bawah yang seringkali dimanfaatkan oleh para tengkulak dan para pemodal dengan jalan yang tidak benar. Sektor ekonomi kelas bawah ini sering dilupakan dan tidak digarap oleh bank-bank umum dan konvensional.

Kalaupun akhirnya dipegang oleh bank-bank umum yang ada, umumnya para pelaku pasar di sektor ekonomi lemah ini seringkali terbentur oleh peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh bank. Peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh bank tersebut ternyata lebih banyak merugikan masyarakat kelas bawah. Dengan diterapkannya bunga yang sangat tinggi tanpa mau peduli apakah usaha seseorang berjalan atau tidak, tentu akan semakin memberatkan masyarakat dan itu ibarat “gali lubang tutup lubang”.

Oleh karena itu komitmen besar bersama kaum dhuafa terus dipegang dan dijalankan hingga sekarang oleh BMT Beringharjo. Selain sebagai alternatif mitra kerja dalam menjalankan usaha, BMT Beringharjo juga memberikan siraman rohani kepada segenap anggota ataupun nasabah sehingga diharapkan para pedagang kecil tersebut mampu selamat berusaha di dunia dan akhirat.[5]

Visi, Misi dan Tujuan BMT “Beringharjo”

Adapun visi, misi dan tujuan BMT Beringharjo adalah sebagai berikut:[6]

Visi

”BMT TERKEMUKA MITRA BISNIS BERBASIS SYARI’AH”

Visi Dicapai melalui :

  1. SDM yang visioner, kompeten, dan profesional serta memiliki komitmen nilai-nilai syari’ah
  2. Pertumbuhan & perkembangan usaha yang profitable
  3. Penerapan Sistem Manajemen berbasis nilai (value base management) & proses bisnis yang accountable
  4. Produk Syari’ah yang Inovatif

Misi

  1. Terus menghidupkan Lembaga Keuangan Syari’ah yang Sehat, Berkeadilan dan Menentramkan
  2. Memberi kemanfaatan yang berkelanjutan kepada MITRA USAHA

Tujuan :

  1. Tercapainya Sisa Hasil Usaha yang mampu mendorong pertumbuhan perkembangan usaha
  2. Peningkatan Produktivitas Usaha yang Maksimal
  3. Peningkatan Kesejahteraan Karyawan

Peran BMT Beringharjo

Peran BMT di masyarakat sangat strategis sebagai:

  1. Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah
  2. Lembaga intermediary antara shohibul maal dengan mudharib
  3. Sebagai agen langsung dalam peningkatan kesejahteraan usaha mikro
  4. Lembaga da’wah dalam merubah nilai moral anggota agar lebih amanah dan profesional.
  5. membantu mengembangkan Community Development melalui ZIS.
  6. Membantu mengurangi pengangguran

Kantor Pusat dan Kantor Cabang

BMT Beringharjo pertama kali didirikan di kota Gudeg yaitu Yogyakarta. dan telah berhasil mendirikan kantor-kantor cabang di berbagai kota termasuk kantor cabang kota Ponorogo. Berikut adalah alamat kantor pusat dan juga kantor cabang yang telah berhasil dikembangkan:[7]

Kantor Pusat

Mulai Operasional : 1 Juni 2008
Diresmikan : 19 Juni 2008
Alamat : Ringroad Barat RT 08 RW 15, Ds. Kaliabu, Kel Banyuraden,
Kec. Gamping, Kab. Sleman, Yogyakarta 55293
Telp. : 0274-549512, 549517, 7429615
Fax : 0274-549164

Kantor Baitul Maal KJKS BMT Beringharjo

Alamat : Jl. Pabringan Komplek Masjid Muttaqien
Pasar Beringharjo, Kelurahan Ngupasan, Kec. Gondomanan. Yogyakarta.
Telpon : 0274-3216471
Manajer : Rubi Utami Varalin, S.T.

Kantor Cabang Pabringan

Alamat : Jl. Pabringan Komplek Masjid Muttaqien
Pasar Beringharjo, Kelurahan Ngupasan, Kec. Gondomanan. Yogyakarta.
Telpon : 0274-543986
Berdiri : 31 Desember 1994
Manajer : Maya Dayu Murti, S.E.

Kantor Cabang Kauman

Alamat : Jl. Kauman No. 14 Yogyakarta
Telpon : 0274-373075
Berdiri : 27 Februari 2000
Manajer : Rohadi Komarudin Sholeh, S.Pt.

Kantor Cabang Malioboro

Alamat : Jl. Malioboro No.14 Yogyakarta
Telpon : 0274-541750
Berdiri : 27 Februari 2004
Manajer : M. Ismail, S.E.

Kantor Cabang Ponorogo

Alamat : Jl. Urip Sumoharjo Komplek Pasar Legi Lt.2 Ponorogo
Telpon : 0352-7103222
Berdiri : 27 September 2006
Manajer : Tunggal Wijaya, S.Kom.

Kantor Cabang Madium

Alamat : Jl. Panglima Sudirman 127 Madiun
Telpon : 0351-7892009
Berdiri : 1 September 2007
Manajer : Sigit Istomo Pambudi, S.E.

Kantor Cabang Bandung

Alamat : Jl. Kebon Jati No.22 Kav 16 Bandung
Telpon : 022-4266216
Berdiri : 22 November 2007
Manajer : Amino N. Setiadi, S.E.

Kantor Cabang Kediri

Alamat : Jl. Pattimura No. 87 Kediri
Telpon : 0354-7100904
Berdiri : 30 Juni 2008
Manajer : Anita Nur Meikhawati, S.H.

Kantor Cabang Caruban

Alamat : Jl. A. Yani No. 45 Caruban
Telpon : 0351-7565676
Berdiri : 15 November 2008
Manajer : Dhanang Tulus F.,S.E..

Kantor Cabang Semarang

Alamat : Jl. Wahid Hasyim No. 146 Semarang
Telpon : 024-3567739
Berdiri : 11 April 2009
Manajer : Bhenu Artha, S.E.,M.M..

BAB II

SISTEM OPERASIONALISASI  BMT “BERINGHARJO”

CABANG PONOROGO

Perkembangan Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah di Indonesia mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun jenisnya. Perbankan Syari’ah yang mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1992 dengan berdirinya Bank Muamalat dan disusul dengan Asuransi Syari’ah TAKAFUL yang didirikan pada tahun 1994. kedua Lembaga Keuangan Syari’ah tersebut bisa dikatakan menjadi pionir tumbuhnya bisnis Syari’ah di Indonesia. Pada awal berdirinya, bukan hal yang mudah untuk memperkenalkan bisnis Syari’ah di Indonesia walaupun mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Mulai dari istilah yang cukup sulit dihafalkan, sampai dengan konsep operasional yang dirasa berbelit-belit.

Saat itu, bisnis syari’ah harus bersaing dengan lembaga keuangan konvensional yang lebih besar serta memiliki konsep operasional yang lebih sederhana dan masyarakat telah memahaminya dengan baik. Masyarakat telah sangat familiar dengan istilah “bunga”, “kredit”, “dana sebrakan”, dan terminologi lain yang sangat melekat di benak mereka. Belum lagi penguasaan pasar yang lebih kuat membuat para pionir tersebut sempat ragu dengan kelangsungan bisnis berbasis syari’ah ini. Namun, krisis moneter 1997 telah membawa hikmah yang besar bagi perkembangan Lembaga Keuangan Syari’ah di Indonesia. Pada saat bank-bank konvensional lainnya sekarat, Bank Muamalat dan bisnis syari’ah lainnya membuktikan bahwa sistem perekonomian berbasis bunga akan menimbulkan ketergantungan dan kesengsaraan jangka panjang. Lembaga Keuangan Syari’ah yang tidak tergantung dengan peran “bunga” akhirnya selamat dari krisis dan bahkan sekarang menjadi sebuah potensi kekuatan yang suatu saat akan mampu membuktikan bahwa Sistem Ekonomi Islam memberikan kesejahteraan dan keadilan.

Saat ini, tidak hanya Lembaga Keuangan Syari’ah yang bersifat komersial saja yang berkembang, namun juga Lembaga Keuangan Syari’ah yang bersifat nirlaba. Lembaga Keuangan Syari’ah nirlaba yang saat ini berkembang antara lain: Organisasi Pengelola Zakat, baik badan Amil Zakat maupun Lembaga Amil Zakat, dan Badan Wakaf. Bahkan Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah  seperti BMT (Baitul Maal wa Tamwil) juga turut berkembang sangat pesat di Indonesia.[8]

BMT Beringharjo cabang Ponorogo merupakan cabang dari BMT BeringHarjo yang berpusat di kota Yogyakarta. Baru berdiri atau diresmikan untuk dibuka cabang di kota Ponorogo pada bulan September 2006. sehingga baru beroperasi di Ponorogo sekitar empat tahun berjalan. BMT Beringharjo lebih mengedepankan prinsip-prinsip syari’ah yang sesuai dengan ketentuannya. Bahkan dalam segala aspek manajemennya BMT Beringharjo sudah mampu untuk menggunakan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syar’i. Walaupun dalam aplikasinya belum 100% bisa dikatakan sesuai dengan syar’i. Namun, hal ini sudah selayaknya untuk memberikan apresiasi yang positif ketika melihat antusiasme dari masyarakat Ponorogo untuk ikut bergabung melestarikan serta memberdayakan dengan  mengenal BMT Beringharjo yang selanjutnya dapat disebut dengan LKS (Lembaga Keuangan Syariah) atau KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah), yang intinya dalam operasionalnya adalah menggunakan prinsip syari’ah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah nasabah atau mitra yang telah ikut bergabung dengan BMT Beringharjo dalam waktu sekitar empat tahun berjalan ini sudah mencapai 1426 mitra BMT Beringharjo. Sungguh sebuah prestasi yang cemerlang bagi sebuah lembaga keuangan mikro syari’ah.

Di Ponorogo pun, BMT Beringharjo ini menempati wilayah atau jangkauan wilayah yang cukup strategis. Yakni berada di tengah kota. Karena sebuah wilayah itu baru akan disebut dengan kota apabila ada sebuah pusat perbelanjaan (pasar) sebagai sentra ekonomi masyarakat Ponorogo. Dan disini BMT Beringharjo cabang Ponorogo sudah mendapatkan dua nilai plus sesudah mendapatkan mitra yang terhitung cukup banyak. Dan dikarenakan berada di pusat kota atau tepatnya di pasar, BMT Beringharjo sangat dekat dengan masyarakat. bahkan mitra Beringharjo ini mayaoritas adalah para pedagang yang ada di Pasar Induk kota Ponorogo yaitu Pasar Legi.

A. Manajemen Organisasi dan Personalia

Untuk memperlancar tugas BMT, maka diperlukan struktur yang mendeskripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi, Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok, Dewan Syari’ah, Pembina Manajemen, Manager, Pemasaran, Kasir, dan Pembukuan.[9]

Adapun tugas dari masing-masing struktur diatas adalah sebagai berikut:[10]

  1. Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok memegang kekuasaan tertinggi didalam memutuskan kebijakan-kebijakan makro BMT.
  2. Dewan Syari’ah, bertugas mengawasi dan menilai operasionalisasi BMT
  3. Pembina Manajemen, bertugas untuk membina jalannya BMT dalam merealisasikan programnya
  4. Manajer bertugas menjalankan amanat musyawarah anggota BMT dan memimpin BMT dalam merealisasikan programnya
  5. Pemasaran bertugas untuk mensosialisasikan dan mengelola produk-produk BMT
  6. Kasir bertugas melayani nasabah
  7. Pembukuan bertugas untuk melakukan pembukuan atas asset dan omzet BMT

Dalam struktur organisasi standar dari PINBUK, musyawarah anggota pemegang simpanan pokok melakukan koordinasi dengan Dewan Syari’ah dan pembina manajemen dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan oleh manajer. Manajer memimpin keberlangsungan maal dan tamwil. Tamwil terdiri dari pemasaran, kasir, dan pembukuan. Sedangkan anggota dan nasabah berhubungan koordinatif dengan maal, pemasaran, kasir, dan pembukuan.[11]

Tetapi dalam kenyataannya, setiap BMT memiliki bentuk struktur organisasi yang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh:[12]

  1. Ruang lingkup atau atau wilayah operasi BMT
  2. Efektivitas dalam pengelolaan organisasi BMT
  3. Orientasi program kerja yang akan direalisasikan dalam jangka pendek dan jangka panjang.
  4. Jumlah sumber daya manusia yang diperlukan dalam menjalankan operasi BMT

Begitu juga struktur organisasi yang ada di BMT Beringharjo cabang Ponorogo tidak jauh berbeda dengan struktur BMT pada umumnya. Struktur Organisasi di BMT Beringharjo cabang Ponorogo juga terdiri atas: Musyawarah Anggota Pemegang Simpanan Pokok, Dewan Syari’ah, Pembina Manajemen, Manager, Pemasaran, Kasir, dan Pembukuan. Dan dari struktur organisasi inilah maka dibuatlah manajemen personalia BMT Beringharjo.

Adapun personalia BMT Beringharjo cabang Ponorogo, adalah sebagai berikut:[13]

Manajer                                           : Tunggal Wijaya, S.Kom.

Marketing                                       : M. Imron Syaifuddin, S.Ag,

M. Taufiq Setiawan, ST

Jam’un Heidar, A.Md

Operasional BMT

Accounting + Administrasi

Perbankan                                      : Desta Prasasty, S.PT

Teller dan Jasa Mitra                 : Ratna Juwita Sari, S.AB

Office Boy                                       : Saiful Fathoni

Dalam meningkatkan sumber daya manusia, BMT Beringharjo selalu mengirimkan pendelegasian dalam setiap acara-acara seminar atau sejenisnya yang dapat membawa kemajuan pada BMT tersebut. Selain itu juga selalu mendelegasikan disetiap training yang dilakukan oleh BMT Beringharjo Pusat. Sehingga dengan diikutsertakannya dapat menambah profesionalitas karyawan yang ada di BMT Beringharjo cabang Ponorogo.[14]

Lain dari pada itu di BMT Beringharjo cabang Ponorogo juga selalu ada kebiasaan yang ditujukan untuk meningkatkan pada hal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, yaitu dengan membiasakan membaca al-Qur’an pada setiap hari jam kerja sebelum buka kantor (pelayanan kas), selain itu juga di setiap hari rabu selalu ada materi tambahan mengenai tajwid setelah agenda membaca al-Qur’an, kemudian setiap hari jum’at setelah membaca al-Qur’an juga selalu diadakan kultum atau tausiyah, dan untuk materi tajwid dan kultum ini ada semacam pembagian jadwal yang dibuat oleh manajer BMT Beringharjo cabang Ponorogo.[15]

B. Manajemen Penghimpunan Dana (FUNDING)

Penghimpunan dana adalah merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh BMT Beringharjo guna memperoleh sumber dana baik dari anggota maupun non anggota. Bisa juga dana diperoleh dari modal sendiri, yaitu dengan mengeluarkan atau menjual saham. Perolehan dana disesuaikan dengan tujuan dari penggunaan dana tersebut. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang ditanggung. Oleh karena itu pemilihan sumber dana harus dilakukan secara tepat.

Adapun sumber dana yang dihimpun oleh BMT Beringharjo adalah sebagai berikut:[16]

a.  Modal sendiri

– Simpanan Pokok sebesar Rp 1.000.000,-/1x

– Simpanan wajib anggota sebesar Rp 10.000,-/ bulan

– Simpanan Sukarela sebesar Rp 1.000.000,- s/d Rp 100.000.000,- (dengan ketentuan selama 2 bulan tidak boleh diambil)

b.  Hutang

– Simpanan atau tabungan

– Pembiayaan dari BMT Beringharjo pusat

Adapun produk BMT Beringharjo yang berupa simpanan atau tabungan adalah sebagai berikut:[17]

1.   Simpanan Wadi’ah Yad Dhamanah

Merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan (ditarik) kapan saja si penyimpan menghendaki.

2.   Simpanan Mudharabah Biasa

Adalah simpanan berdasarkan prinsip mudharabah al mutlaqah. Dengan prinsip ini, simpanan anda diperlakukan sebagai investasi yang selanjutnya akan dimanfaatkan secara prduktif dalam bentuk pembiayanan kepada masyarakat dengan memnuhi kaidah-kaidah syariah . Dengan  prinsip ini, simpanan  anda dapat diambil sewaktu-waktu dengan setoran awal   sebesar Rp. 5000,00

3.   Simpanan Mudharabah Berjangka

Adalah akad pemanfaatan uang oleh BMT atas ijin shohibul maal dengan keasanggupan BMT untuk memberi sebagian keuntungannya.  Adapun jangka waktu simpanan ini bervariasi : 3, 6 dan 12 bulan dengan nisbah untuk penyimpan sebesar 30 %, 35 % dan 40 % dengan setoran minimal Rp. 1000.000

C. Manajemen Pembiayaan (LANDING)

Dalam undang-undang perbankan no.7 tahun 1992 disebutkan bahwa pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak nasabah yang mewajibkan nasabah melunasi hutangnya. Pembiayaan adalah fasilitas yang diberikan BMT kepada nasabahnya untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh anggota BMT dan dana dihimpun berasal dari anggota, dan mengenai sasaran pembiayaan ini diarahkan kepada semua faktor ekonomi yang memungkinkan untuk dibiayai seperti: pertanian, perdagangan, peternakan, dan lain sebagainya yang sesuai atau diperbolehkan menurut syar’i.[18] Sedangkan jenis-jenis pembiayaan yang tidak diperbolehkan di BMT Beringharjo cabang Ponorogo, antara lain: usaha salon, usaha lukis (pelukis), usaha pemijatan dan lain sebagainya yang mengandung unsur gharar atau ketidak pastian.[19]

Adapun jenis-jenis pembiayaan yang ada di BMT Beringharjo cabang Ponorogo antara lain:[20]

Pembiayaan Produktif dan Konsumtif

Jenis pembiayaan produktif dan konsumtif, BMT Beringharjo menyediakan beberapa jenis pembiayaan antara lain:

1. Pembiayaan Murabahah

Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan margin. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang diperoleh)

Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dari jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan. Contoh pembiayaan murabahah yaitu TV, motor, kulkas dan lain-lain dengan pembayaran angsuran atau jatuh tempo.

2. Pembiayaan Musyarakah

Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber dana baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Di BMT Beringharjo membantu menambah modal usaha nasabah yang sedang berjalan minimal tiga bulan dengan sistem bagi hasil. Hasil dari keuntungan atau pendapatan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan. Pengembalian dengan cara jatuh tempo atau dapat memilih angsuran harian, mingguan atau bulanan.

Aplikasi Transaksi Pembiayaan Musyarakah di BMT Beringharjo Cabang Ponorogo[21]

    Salah satu produk pembiayaan di BMT Beringharjo adalah pembiayaan musyarakah. Pada aplikasinya di lapangan, pembiayaan ini cukup menjadi salah satu favorit pembiayaan mitra. Karena memang mayoritas mitra memilih pembiayaan dengan sistem musyarakah.

    Adapun tahap-tahap mitra dalam melakukan transaksi musyarakah di BMT Beringharjo adalah sebagai berikut:

    1. Mitra datang ke BMT untuk mengajukan permohonan pembiayaan. Dapat dengan secara lisan maupun tertulis.
    2. Setelah itu pihak BMT menanyakan seputar usaha yangtelah dijalankan oleh mita. Biasanya dengan interview ringan dengan mitra yang bersangkutan.
    3. Setelah itu, pihak BMT memberikan formulir permohonan pembiayaan untuk diisi oleh mitra yang bersangkutan sesuai dengan pembiayaan yang diinginkan oleh mitra.
    4. Pihak BMT menjelaskan mengenai nisbah / porsi bagi hasil yang nantinya akan dibagi antara mitra dengan BMT. Berikut pandangan angsuran yang nantinya harus dibayar oleh mitra baik itu menggunakan sistem harian, mingguan, atau bulanan.
    5. Kemudian, setelah formulir pembiayaan diisi, untuk llebih lanjutnya pihak BMT akan meninjau/survey terkait usaha mitra yang mengajukan pembiayaan.
    6. Hasil survey oleh pihak BMT  kemudian dirapatkan oleh pengurus untuk mendapatkan persetujuan atau tidak.
    7. Apabila hasil rapat sudah didapat, selanjutnya pihak BMT memberikan informasi terkait disetujui atau tidaknya permohonan yang telah dilayangkan.
    8. Dan apabila disetujui oleh pihak BMT, mitra diharap datang ke BMT untuk menandatangani surat perjanjian atau akad pembiayaan.
    9. Dan setelah itu, mitra baru mendapatkan uang dari pengajuan pembiayaan kepada BMT, berikut mendapatkan proyeksi angsuran pembiayaan musyarakah.

    Berikut contoh proyeksi angsuran pembiayaan musyarakah.[22]

    PBY. MUSYAROKAH BULANAN (12 BLN)

    LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH BMT BERINGHARJO

    MITRA            : FULAN

    NISBAH BAGI HASIL                       20% UTK BMT           80% UTK MITRA

    No. MODAL POKOK % BMT PRYKS HASIL HASIL MODAL BMT BASIL BMT AKUM TOTAL
    MITRA BMT
    1 10.000.000 5.000.000 416.667 0.33 2.500.000 833.333 116.667 166.667 583.333
    2 10.416.667 4.583.333 416.667 0.31 2.500.000 763.889 152.778 319.444 569.444
    3 10.833.333 4.166.667 416.667 0.28 2.500.000 694.444 138.889 458.333 555.444
    4 11.250.000 3.750.000 416.667 0.25 2.500.000 625.000 125.000 583.333 541.667
    5 11.666.667 3.333.333 416.667 0.22 2.500.000 555.556 111.111 694.444 527.778
    6 12.083.333 2.916.667 416.667 0.19 2.500.000 486.111 97.222 791.667 513.889
    7 12.500.000 2.500.000 416.667 0.17 2.500.000 416.667 83.333 875.000 500.000
    8 12.916.667 2.083.333 416.667 0.14 2.500.000 347.222 69.444 944.444 486.111
    9 13.333.333 1.666.667 416.667 0.11 2.500.000 277.778 55.556 1.000.000 472.222
    10 13.750.000 1.250.000 416.667 0.08 2.500.000 208.333 41.667 1.041.667 458.333
    11 14.166.667 833.333 416.667 0.06 2.500.000 138.889 27.778 1.069.444 444.444
    12 14.583.333 416.667 416.667 0.03 2.500.000 69.444 13.889 1.083.333 430.556
    RATA-RATA BASIL         90.278 TOTAL:RATA-RATA ANGSURAN 506.944 1.083.333 6.083.333

    3. Pembiayaan Ijarah manfaat

    BMT Beringharjo menyewakan barang tertentu kepada mitra tanpa diikuti perpindahan kepemilikan. Adapun cara pengembalian dengan cara angsuran atau jatuh tempo. Contohnya: menyewakan kontrak rumah.

    4. Pembiayaan Ijarah jasa

    BMT Beringharjo menyewakan jasa untuk memenuhi kebutuhan mitra yang berbentuk jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa event organizer ataupun jasa lainnya yang berbentuk layanan non material.

    5. Pembiayaan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)

    Al-Bai’ wal Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad bai’ dan akad Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT). Al-Bai’ merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa menyewa (Ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Dalam Ijarah Muntahia Bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini yaitu:

    • Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa
    • Pihak yang  menyewa berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut setelah akhir masa sewa atau pelunasan secara otomatis menjadi hak milik mitra. Contohnya: Sepeda motor, IMBT Mobil, IMBT Rumah

    6. Pembiayaan Jangka Waktu

    Jangka waktu pembiayaan fleksibel bisa 1 s/d 24 bulan dengan pembayaran angsuran harian, mingguan, bulanan atau jatuh tempo.

    Persyaratan umum pembiayaan produktif dan konsumtif adalah:

    • Memiliki usaha yang telah berjalan minimal 3 bulan atau memiliki pekerjaan tetap
    • Telah resmi terdaftar sebagai calon anggota/ anggota Beringharjo
    • Mengisi formulir permohonan pembiayaan yang telah tersedia
    • Memiliki KTP daerah setempat
    • Memiliki kartu keluarga
    • Bersedia disurvey ke rumah atau tempat usaha

    7. Pembiayaan Kendaraan Bermotor

    BMT Beringharjo memberikan pembiayaan kepemilikan sepeda motor ataupun mobil dalam keadaan baru maupun second dengan pembayaran yang aman dan sesuai syari’ah. Angsuran pembiayaan kendaraan bisa diambil 12 bulan, 20 bulan, 24 bulan, 32 bulan dan 36 bulan.

    Persyaratan umum pembiayaan kendaraan bermotor adalah:

    • Mengisi formulir permohonan pembiayaan
    • Foto Copy KTP Suami/Istri yang masih berlaku
    • Foto Copy kartu keluarga
    • Uang muka minimal 30% untuk kendaraan bermotor second, untuk kendaraan bermotor baru 20%.
    • Harga kendaraan disesuaikan dengan harga pasar
    • Biaya administrasi sangat ringan

    Adapun prinsip operasional pembiayaan dalam mengembangkan usahanya, BMT Beringharjo menerapkan beberapa prinsip dalam operasionalnya antara lain:

    1. Sistem bagi Hasil

    Sistem ini merupakan system yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana. Adapun manfaatnya:

    • Dalam menentukan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi dari pada usaha tersebut.Jumlah pembagian keuntungan disesuaikan dengan jum;ah pendapatan / keuntungan usahanya.

    2. Prinsip Jual Beli dengan margin keuntungan (Mark Up)

      Prinsip ini merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat anggotanya sebagai agen yang diberi kuasa untuk melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual yang menjual barang tersebut kepada anggota / mitra dengan jumlah harga beli ditambah keuntungan

      D. Manajemen Jasa

      Tujuan dari pada manajemen jasa adalah untuk mendukung dan memperlancar kegiatan dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana. Semakin lengkap jasa yang ditawarkan oleh pihak BMT, maka semakin baik pula hal tersebut (untuk menarik simpati masyarakat).

      Adapun jasa yang ditawarkan BMT Beringharjo kepada masyarakat adalah sebagai berikut:[23]

      1.  Aqad Kurban

      Adalah simpanan yang berdasarkan prinsip mudharabah muqayyadah, yang dikhususkan bagi mitra yang berkeinginan untuk berqurban sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Setoran awal minimal Rp. 10.000 yang selanjutnya boleh diambil pada saat hari raya qurban.

      2.  Aqad Haji

      Simpanan dengan prinsip mudharabah yang penarikannya diaqadkan untuk menunaikan ibadah haji. Nisbah bagi hasilnya sebesar 25% dari pendapatan BMT Beringharjo.

      3.  Aqad Walimahan

      Simpanan dengan prinsip mudharabah yang penarikannya diaqadkan untuk walimaha (pernikahan). Nisbah bagi hasilnya sebesar 25% dari pendapatan BMT Beringharjo.

      4. Mudharabah Tamasya Mitra

      Adalah simpanan yang berdadasarkan prinsip mudharabah muqayyadah, yang dikhususkan bagi mitra yang akan bertamasya (rihlah) dengan BMT Beringharjo ke obyek wisata yang telah ditentukan. Setoran awal minimal Rp. 10.000 yang selanjutnya boleh diambil pada saat akan melakukan  tamasya/rihlah

      5. Mudharabah Pendidikan

      Adalah simpanan yang berdadasarkan prinsip mudharabah muqayyadah, yang dikhususkan bagi mitra yang akan menyimpan untuk biaya pendidikan putra/putrinya. Setoran awal minimal Rp. 10.000 yang selanjutnya boleh diambil pada saat akan melakukan pembayaran biaya pendidikan

      E. Manajemen Baitul Maal

      Secara garis besar program yang ada di Baitul Maal terdiri atas dua aktivitas yakni:[24]

      • Penghimpunan dana ziswaf
      • Pendayagunaan dana ziswaf

      1. Penghimpunan

      BAITUL MAAL BMT Beringharjo melakukan kegiatan penghimpunan dana amal, social dan kedermawanan masyarakat baik berupa:

      • Zakat
      • Infaq
      • Shadaqah
      • Wakaf
      • Hadiah
      • Hibah dan dana lainnya yang halal dan bersifat tidak mengikat.

      Kegiatan penghimpunan ini kami wujudkan dalam program fundraissing seperti;

      • Program Orang Tua Santun bagi Penerima Beasiswa SMK
      • Corporate Fundraissing (Penghimpunan dana amal diberbagai perusahaan)
      • Penawaran Direct mail bagi donatur
      • Kencleng kreatif bagi pedagang pasar.

      2.  Pendayagunaan Dana Ziswaf Untuk Pemberdayaan

      Kami menyalurkan dana sosial kedermawanan masyarakat ini melalui berbagai macam program sosial kemasyarakatan baik yang bersifat santunan maupun yang berorientasi pada etos kerja guna membangkitkan nilai-nilai produktifitas bagi para dhuafa sebagai wujud dari falsafah memberi kail tak sekedar ikan.

      • · Program Beasiswa Dhuta (Dhuafa Kota)

      Untuk mengangkat status sosial kaum dhuafa, slah satu ikhtiarnya adalah dengan mendidik mereka melalui pemberdayaan insani. memberi akses pendidikan bagi kaum dhuafa menjadi instrumen penting untuk masa depan mereka. Salah satu bentuk kontribusi Baitul Maal Beringharjo (BMB) untuk ikut serta dalam peningkatan kemampuan insani para dhuafa yaitu dengan memberikan bantuan bagi mereka yang kurang mampu dan berprestasi melalui program BEASISWA DHUTA. Beasiswa ini diberikan dalam bentuk tabungan untuk menopang kebutuhan biaya sekolah siswa SD, SMP dan SMA. Alhamdulillah hingga Juli 2009 BMB telah menyantuni sebanyak 550 orang siswa.

      Assalamu’alaikum para bloger, , ,

      Moh Farid Amrulloh, nama pemberian orang tua yang mempunyai makna dan sangat berarti bagiQ. Saya lahir di bumi Ponorogo pada tanggal 29 April 1987, hari rabu legi. Masa kecil pendidikan yang diajarkan orang tua kepada saya sangat disiplin, belajar untuk mendiri, selalu mengingatkan pada yang Kuasa. Saya menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN 3 Jimbe dan lulus tahun 2000, Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Ponorogo lulus tahun 2003, Madrasah Aliyah Negeri 1 Ponorogo lulus tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo, masih dalam proses. Di STAIN saya mengambil Jurusan Syariah Muamalah, sebelumnya di Tarbiyah Tadris Inggris saya jalani 1 tahun (2 semester).

      Saya mencoba menerapkan ilmu yang saya peroleh dengan mendirikan sebuah usaha kecil “counter hp dan rental pengetikan” tepatnya dibarat campus. Usaha berjalan 2 tahun setelah itu tutup karena masalah manajemen yang kurang bagus, namun dengan masalah tersebut tidak membuat saya putus asa / meyerah begitu saja. Dengan masalah yang saya alami tersebut menjadikan saya lebih berhati-hati untuk kedepannya. . . .

      Seperti itulah biografi tentang penulis, masih minim sekali pengalaman yang didapat, apalagi didunia blog, penulis berharap pada semua bloger untuk menyalurkan ilmunya supaya ada perkembangan untuk berikutnya, , ,

      • Visi

      Bersama membangun generasi Cerdas, Terampil dan Berakhlak

      • -Tujuan
      1. Meningkatkan prestasi pendidikan siswa
      2. Mengasah daya kreativitas dan skill (keterampilan) siswa
      3. Membangun kesholehan pribadi dan sosial
      4. Pemberian tunjangan pendidikan sebesar Rp. 15.000,- per bulan untuk SD, Rp 30.000 untuk SMP dan Rp 50.000 untuk SMA ini diberikan untuk membantu fasilitas dan pembiayaan sekolah.
      5. Penumbuhan motivasi belajar, pengembangan diri dan kreativitas siswa, pembinaan keagamaan.
      6. Monitoring dan valuasi terhadap penerima beasiswa satu tahun sekali.
      • Strategi

      – Kriteria Keberhasilan

      Program dinilai berhasil, bila :

      1. Prestasi siswa cenderung meningkat, minimal termasuk rengking 10 besar
      2. Penerima beasiswa memiliki daya kreativitas dan skill (ketrampilan) sesuai dengan kompetensinya
      3. Penerima beasiswa lebih memahami nilai-nilai Islam secara lebih baik, terlihat dari keaktivas dalam kegiatan keagamaan di masjid maupun sekolah.

      Sejak tahun 2007 Baitul Maal mencoba mendiversifikasi program Beasiswa dengan memfokuskan diri pada pemberian dan pembinaan siswa-siswi SMK. Hal ini dilatar belakangi banyaknya lembaga-lembaga kedermawanan sejenis yang juga membantu objek sasaran yang sama termasuk program pemerintah seperti pengguliran dana BOS dan lain-lain sehingga kami mencoba mengambil segmentasi yang lebih spesifik. Harapannya memiliki efek multiplayer karena siswa-siswi SMK telah memiliki skill dan BMT bisa berperan memfasilitasi mereka dengan keahliannya.

      • · Program Klinik Sehat Muttaqien Beringharjo

      –   Visi
      Menjadi institusi alternatif pelayanan kesehatan khusus bagi kaum dhuafa dengan kualitas layanan sebaik-baiknya.

      –   Misi

      1. Memberi pelayanan kesehatan kaum dhuafa secara amanah dan professional.
      2. Menjadi sarana tempat bertemunya muzakki(donatur), amil (petugas kesehatan), dan Mustahik (pasien dhuafa) di bidang pelayanan kesehatan
      3. Menjadi rujukan dalam pengelolaan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa

      –  Manfaat Program Bagi Perusahaan

      1. Meningkatkan CITRA SOSIAL perusahaan
      2. Menguatkan BRAND AWARENESS perusahaan
      3. Salah satu bentuk MARKETING PROMOTION perusahaan

      –  Sasaran

      Kaum dhuafa di Pasar Beringharjo dan sekitarnya, terdiri dari :

      • Buruh Gendong
      • Tukang Becak
      • Tukang Sapu
      • Anggota Qardul Hasan
      • Anak Jalanan
      • Serta masyarakat umum yang ada di sekitar pasar Beringharjo dengan pola subsidi silang.
      • Program Santunan Kemanusiaan

      Program ini dikhususkan bagi para dhuafa yang membutuhkan bantuan yang sifatnya mendesak dan butuh penanganan langsung.

      • Program Pembiayaan Kebajikan (Qh)

      QARDHUL HASAN (QH) adalah program pemberdayaan masyarakat miskin melalui pendekatan PRA (Partisipatory Rural Appraisal ) berbasis kelompok sasaran dengan akad kebajikan untuk penguatan modal usaha produktif.Program QH (Qordhul Hasan) adalah program pemberdayaan masyarakat dengan sasaran mustahik yang memenuhi kriteria dhuafa (fakir/miskin) dengan prioritas peruntukan pengembangan usaha dan kebutuhan hidup. Qordhul Hsan berpaya memberdayakan mustahik secara perorangan bukan sebagai kelompok. Program ini telah digulirkan sejak tahun 1995. Adapun lokasi program dan sasaran penerima manfaat adalah masyarakat miskin/dhuafa di Kota Yogyakarta dan sekitarnya.

      –  Visi

      Bersama membangun masyarakat mandiri berdikari

      –  Tujuan

      1. Menumbuh kembangkan kesadaran merubah nasib, disiplin dan motivasi berusaha menuju kemandirian.
      2. Membantu pembiayaan modal usaha kepada pihak yang membutuhkan.
      3. Mendampingi kelompok sasaran dalam mencapai usahanya dengan target dan perencanaan yang matang.

      –  Strategi Program

      Pemberian pinjaman modal bergulir (revolving fund) pada kelompok usaha dhuafa maupun perorangan.

      1. Penumbuhan motivasi, strategi dan kemandirian usaha dengan pendampingan intensif.
      2. Monitoring dan evaluasi rutin QH.
      3. Masyarakat menjadi sadar akan perubahan nasib yang lebih baik.
      4. Masyarakat menjadi lebih mandiri.
      5. Memunculkan sikap enterprenuership anggota kelompok sasaran.
      6. Terimplementasikannya nilai-nilai agama dalam aktivitas usaha.

      –  Out Come

      Sejak awal berdiri BMT Beringharjo 1994 hingga tahun 2008 ini sudah sebanyak 1.794 Dhuafa telah terbantu dalam program dana bergulir Qordhul Hasan yang dikelola Baitul Maal BMT Beringharjo.

      • · Sahbat Ikhtiar Mandiri (SIM)

      Baitul Maal BMT Beringharjo mencoba untuk berperan aktif dalam proses pemberdayaan masyarkat kelas bawah yang mempunyai usaha di sektor informal maupun yang mempunyai motivasi kuat untuk tumbuh dan berkembang menjadi masyarakat mandiri, melalui metode atau kedekatan SIM (Sahabat Ikhtiar Mandiri). Metode ini diadopsi dari AIM (Amanah Ikhtiar Malaysia), Partisipatory Rural Appraisal dan pendekatan lokal terpusat (kelompok sasaran) pada kegiatan mandiri (self help) yang bertujuan pada penciptaan peluang kerja dan peningkatan penghasian rumah tangga, meningkatkan keberdayaan ekonomi rumah tangga dan individu. Pendekatan ini bersifat langsung dengan melibatkan kelompok sasaran. Kelompok sasaran difokuskan pada penduduk miskin (dhuafa) di Kota Jogjakarta.

      Secara keseluruhan program ini berupaya memberdayakan masyarkat lokal sekitar sasaran membangun komunitas yang lebih beradab secara ekonimi, sosial dan agama. Hingga saat ini Baitul Maal BMT Beringharjo telah melakukan pendampingan 4 kelompok SIM yaitu SIM Argodadi, Jlagran, SIM Kota Gedhe dan SIM Prawirodirjan. Masing-masing kelompok SIM terdiri atas 10 orang anggota. Pembinaan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama minimal 2 minggu sekali.

      • · Wakaf Tunai

      Baitul maal BMT Beringharjo mengajak kaum muslimin untuk berpartisipasi dalam program wakaf tunai, untuk membantu dalam pemberdayaan ummat.

      • · Tebar 1000 Kencleng

      Untuk meningkatkan semangat (ghiroh) amaliah pedagang pasar Beringharjo.Baitul maal memfasilitasi mitra pedagang pasar dengan istilah Tebar 1000 Kencleng Tabungan. KENCLENG ini ditempatkan dilokasi pedagang sehingga memudahkan untuk menyisihkan sebagian penghasilannya sewaktu-waktu.

      • · Bina Mitra (Binar)

      Pemberdayaan terhadap mitra BMT Beringharjo tidak cukup dengan memberikan modal usaha untuk meningkatkan usahanya. Namun, usaha untuk meningkatkan produktifitas usaha itu harus ditunjang dengan keterampilan di bidang manajemen. Manajemen itutlah yang menjadi fokus pembinaan pada mitra BMT Beringharjo. Saaat ini ada 16 siswa BINAR yang mengikuti program unggulan ini. Harapan setelah mengikuti program ini adalah meningkatkan produktifitas usahanya dan tentunya loyalitas terhadap BMT Beringharjo semakin tinggi.

      • · SIMASPUNG (Sahabat Ikhtiar Mandiri Masuk Kampung)

      Melalui Program SIMASPUNG pinjaman dana Qardul Hasan Rp. 300.000,- dari Baitul Maal BMT Beringharjo. Adapun sistemnya adalah dengan berkelompok dan Islami serta ada pembinaan kelompok dengan materi Spiritual Treatment, Manajement Treatment, dan Teknologi treatment.
      Program unggulan Baitul Maal BMT Beringharjo ini merupakan pemberdayaan ekonomi dhuafa yang sifatnya kelompok dengan sistem tanggung renteng tiap kelompok antara 15-12 orang. Kelompok-kelompok yang telah didampingi adalah : Kelompok Purbayan, Pilahan, Prenggan, Karangsari, Balirejo, Salakan, Sewon, Brontokusuman, Dipowinatan, Patehan, Mangkuyudan, Ngadinegaran, dan Sorogenen Nitikan.
      Program tersebut adalah produk dari Qordul Hasan. Hingga saat ini masyarakat yang telah merasakan manfaatnya sekitar 2.131 orang dengan dana yang dipinjamkan mencapai + Rp. 502.021.700,-

      BAB III

      MUSYARAKAH


      1. PANDANGAN UMUM TENTANG MUSYARAKAH

      Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syari’ah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah, dan al-musaqah.

      Sesungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak diapakai adalah al- musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzara’ah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam[25]

      A. Definisi Musyarakah

      Secara etimologi, syirkah atau perkongsian berarti:[26]

      “Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya.”

      Musyarakah berasal dari kata syirkah yang berarti percampuran. Para ahli fikih mendefinisikan sebagai akad antara orang-orang yang berserikat dalam modal maupun keuntungan. Hasil keuntungan dibagihasilkan sesuai dengan kesepakatan bersama di awal sebelum melakukan usaha. Sedang kerugian ditanggung secara proporsional sampai batas modal masing-masing. Secara umum dapat diartikan patungan modal usaha dengan bagi hasil menurut kesepakatan.[27]

      Definisi lain mengatakan, Al- musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[28]

      B. Landasan Syari’ah

      • Dalil Al-Qur’an

      “…..maka mereka berserikat pada sepertiga…..” (an-Nisa’:12)

      “Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh.” (Shaad:24)

      Kedua ayat diatas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah an-Nisa’:12 perkongsian terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).[29]

      • Dalil Al-Hadits

      “Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW. Bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT, berfirman, “Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati temannya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang mengkhianatinya.”

      Maksudnya, Allah SWT akan menjaga dan menolong dua orang yang bersekutu dan menurunkan berkah pada pandangan mereka. Jika salah seorang yang bersekutu itu mengkhianati temannya, Allah SWT akan menghilangkan pertolongan dan keberkahan tersebut.[30]

      Legalitas perkongsian pun diperkuat, ketika Nabi diutus, masyarakat sedang melakukan perkongsian, beliau bersabda:[31]

      “Kekuasaan Allah senantiasa berada pada dua orang yang bersekutu selama keduanya tidak berkhianat.” (HR. Bukhori dan Muslim).

      • Ijma’

      Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”[32]

      Umat Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan. Hanya saja, mereka berbeda pendapat tentang jenisnya.[33]

      C. Jenis-Jenis al-Musyarakah

      Musyarakah ada dua jenis, yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan wasiat atau kondisi lainnya yang berakibat pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Sedangkan musyarakah akad tercipta dengan kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan berbagi keuntungan dan kerugian.[34]

      Musyarakah akad terbagi menjadi: al-‘inan, al-muwafadhah, al-a’maal, al-wujuh, dan al-mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis al-musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori al- musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai al- musyarakah.[35]

      D. Syarat dan Rukun Musyarakah

      Musyarakah akan menjadi akad syah apabila telah terpenuhi syarat dan rukun-rukunnya, yaitu:

      1. Melafadzkan kata-kata yang menunjukkan izin yang akan mengendalikan harta.
      2. Anggota syarikat percaya mempercayai.
      3. Mencampurkan harta yang akan diserikatkan.

      Adapun rukun syahnya melakukan syirkah adalah:

      1. Macam harta modal.
      2. Nisbah bagi hasil dari modal yang diserikatkan.
      3. Kadar pekerjaan masing-masing pihak yang berserikat.

      E. Konsep Dasar Transaksi Musyarakah

      Skema Transaksi Musyarakah

      Shahibul Maal
      Nasabah

      Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan mekanisme yang dilakukan dalam transaksi musyarakah yang dilakukan di sektor Perbankan Syari’ah adalah sebagai berikut:[36]

      1.  Bentuk umum dari usaha bagi hasil musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.

      2.  Termasuk dalam golongan musyarakah adalah bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber baik yang berwujud maupun tidak berwujud.

      3.  secara spesifikasi bentuk kontrisbusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading aset), kewiraswastaan (entrepeneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau intanggible assets, seperti hak paten atau goowill, kepercayaan reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.

      4.  dengan merangkum seluruh kombinasi dalam bentuk kontribusi dan bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.

      Dalam musyarakah semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti:[37]

      1. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
      2. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa iizin pemilik modal lainnya.
      3. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaannya atau digantikan oleh pihak lain.
      4. setiap pemilik modal dapat dianggap mengakhiri kerjasama apabila menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia, dan menjadi tidak cakap hukum.
      5. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama, keuntungan dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
      6. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

      F. Bagi Hasil (Profit/ Loss Sharing) Musyarakah

      Dewan Syari’ah Nasional (DSN) mengeluarkan Fatwa Nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha dimana Lembaga Keeuangan Syari’ah boleh menggunakan Prinsip Revenue Sharing (Bagi pendapatan) maupun Profit Loss Sharing (Bagi Untung/Rugi). Menurut Fatwa tersebut, dilihat dari sisi kemaslahatan, pembagian hasil usaha sebaiknya menggunakan prinsip Revenue Sharing. Penentuan penggunaan prinsip yang dipilih harus disepakati pada awal akad.

      Dalam pembagian hasil usaha mempergunakan Prinsip Revenue Sharing, mitra pasif tidak pernah mengalami kerugian kecuali usaha mitra aktif dilikuidasi dimana jumlah aktiva lebih kecil dari kewajibannya. Dengan prinsip ini belum pernah terjadi pendapatan yang negatif karena sekecil-kecilnya pendapatan adalah nol (tidak ada pendapatan) sehingga apabila hal tersebut terjadi maka modal yang dikembalikan sejumlah modal awal yang diberikan (tidak ada penambahan modal).

      Sedangkan prinsip Profit/Loss Sharing dilakukan dengan melakukan perhitungan kinerja secara berkala untuk memperhitungkan pendapatan yang dikurangi dengan biaya-biaya sehingga menghasilkan keuntungan atau kerugian tergantung mana yang lebih besar. Untuk mendukung hal ini, mitra aktif perlu menyusun laporan pengelolaan dana musyarakah. Jika ternyata modal yang digunakan oleh mitra aktif tidak berasal dari satu unsur saja sehingga perlu memisahkan porsi alokasi penggunaan dana musyarakah. Dalam praktuknya tidak mudah bagi mitra aktif untuk menyusun laporan ini secara berkala karena melibatkan beberapa variable dan tidak mudah juga bagi mitra pasif untuk melakukan pengawasan untuk memastikan beban-beban yang dialokasikan untuk pengelolaan dana musyarakah. Prinsip Profit Loss Sharing memerlukan kejujuran diantara kedua belah pihak, lebih khusus lagi mitra aktif selaku pengelola dana sehingga tidak banyak perbankan syari’ah yang menggunakan prinsip ini untuk mengadakan pembiayaan musyarakah.

      Hal mendasar yang perlu diketahui tentang pembagian laba atau rugi musyarakah, sesuai dengan prinsip musyarakah, adalah pembagian laba yang dilakukan antara mitra pasif dan mitra aktif sesuai dengan nisbah yang disepakati dengan kerugian yang bukan kelalaian mitra aktif merupakan tanggungan mitra pasif juga. Sebaliknya jika kerugian akibat kelalaian mitra aktif, maka kerugian dibebankan kepada mitra aktif tanpa mengurangi modal musyarakah milik mitra pasif.[38]

      G.  Tekhnik Perhitungan Bagi Hasil Dalam Musyarakah

      Sebagaimana diketahui, pembiayaan musyarakah adalah suatu teknik pembiayaan di bank syari’ah diantara dua atau lebih pemilik dana, secara bersama-sama membiayai suatu usaha yang akan dijalankan oleh pelaksana. Pelaksana dapat berasal dari salah satu pemilik dana, dapat juga orang lain yang bukan pemilik dana.[39]

      • Pelaksana usaha berasal dari salah satu pemilik modal

      Biasanya, nasabah yang melaksanakan usaha patungan tersebut dengan sebagian modal dari calon nasabah dan sebagian dari bank syari’ah. Dari sini, biasanya diawali dengan akad. Dalam akad, disamping diatur tentang hak dan kewajiban masing-masing, juga harus disepakati tentang hasil yang akan dibagihasilkan. Sebaiknya hasil yang akan dibagihasilkan diambil dari pendapatan, tetapi tidak tertutup kemungkinan dari keuntungan. Jika diambil dari keuntungan maka biaya-biaya yangmeragukan tidak usah diperhitungkan. Bagi hasil tentunya tidak proporsional atas modalnya, karena salah satu sebagai pengelola, sementara yang lainnya tidak. Hal yang paling penting adalah pada saat akad dilakukan telah disepakati tentang nisbah bagi hasilnya.

      Seperti halnya didalam pembiayaan mudharabah, di dalam pembiayaan musyarakah pun hasil usaha yang didapat adalah belum pasti. Oleh karena itu harus pula disepakati tentang proyeksi sebagai dasar perhitungan aktualisasi yang sebenarnya terjadi.

      • Pelaksana usaha bukan merupakan salah satu dari pemilik dana

      Pembiayaan yang melibatkan dana dari bank, biasanya bank tidak akan terlibat dalam pengelolaan usaha secara maksimal. Sehingga bisa jadi terdapat pelaksana usaha bukan merupakan salah satu dari pemilik dana.

      Maka dari itu, besarnya nisbah tidak harus sama setiap bulannya selama masa pembiayaan. Dapat dilakukan akad dengan multi nisbah, selama hal ini ditetapkan dengan jelas diawal, misalnya dalam akad disepakati:

      • Nisbah bulan 1-3          : 60-40 (Shohibul Maal-Mudharib)
      • Nisbah bulan 3-6          : 65-35 (Shohibul Maal-Mudharib)
      • Nisbah bulan 6-12        : 70-30 (Shohibul Maal-Mudharib)

      Dengan demikian, semua variasi teknik perhitungan dapat diakomodir dalam perhitungan nisbah bagi hasil, seperti: efektif, pprogressif, sliding, grace period, step-up, disesuaikan dengan karakteristik usaha debitur.[40]

      2. ANALISIS PRAKTIK BAGI HASIL ATAS TRANSAKSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH PADA BMT BERING HARJO CABANG PONOROGO

      Ada beberapa hal menarik yang mampu tim kami amati dari berlangsungnya praktikum di BMT Beringharjo, antara lain:

      • Mengenai praktik bagi hasil yang diterapkan pada BMT Beringharjo cabang Ponorogo pada transaksi pembiayaan musyarakah.
      • Mengenai sistem Sliding pada transaksi angsuran pembiayaan musyarakah pada BMT Beringharjo cabang Ponorogo.

      A. Praktik Bagi Hasil yang Diterapkan pada BMT Beringharjo cabang Ponorogo pada Transaksi Pembiayaan Musyarakah.

      Prinsip musyarakah adalah salah satu prinsip ekonomi syari’ah yang diterapkan di BMT Beringharjo Ponorogo pada produk Penyaluran dana (Landing). Di awal pembuatan akad setelah melewati tahap-tahap pengajuan permohonan pembiayaan antara mitra dengan pihak BMT disepakati terlebih dahulu mengenai nisbah atau porsi bagi hasil yang nantinya akan diterima baik oleh mitra maupun pihak BMT. Di awal pembuatan akad ini, di BMT Beringharjo sudah berjalan sesuai dengan teori mengenai kesepakatan atas nisbah.

      Dalam produk penghimpunan dana (Funding) transaksi yang dilakukan oleh BMT Beringharjo Ponorogo sudah cukup ideal sesuai dengan teori Funding berikut prinsip-prinsip yang harus dijalankan, sudah memenuhi syarat syar’i. Namun hal ini berbanding terbalik ketika melihat pada transaksi pembiayaan. Pada transaksi pembiayaan juga demikian. Di awal pembuatan akad perjanjian untuk melakukan pembiayaan juga disepakati berapa nisbah yang akan dipakai. Baik itu pada pembiayaan musyarakah, ijarah, IMBT, maupun Bai’ IMBT. Sampai dengan pembuatan kesepakatan nisbah tentunya hal ini masih sesuai dengan konsep atau teori-teori syari’ah. Tetapi yang menarik menurut tim kami, di BMT Beringharjo Ponorogo ketika nisbah sudah disepakati kemudian juga dibuatkan surat perjanjian disini kemudian akan muncul sebuah form angsuran yang dikeluarkan oleh BMT. Berasal dari nisbah yang disepakati dan juga besarnya paflon yang disetujui dari pihak BMT ini maka akan terkonseplah sebuah nilai-nilai angsuran yang nantinya menjadi pedoman bagi mitra maupun BMT. Biasanya form tersebut dinamanakan proyeksi angsuran. Hal yang mengganjal dari proyeksi angsuran tersebut adalah ketika bagi hasil yang harus dibagikan atau disetorkan oleh mitra kepada pihak BMT ini sudah ditentukan di proyeksi angsuran tersebut. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, apa bedanya sistem syari’ah dengan sistem konvensional ketika melihat kenyataan pada BMT yang bersistem syari’ah?

      Karena ketika melihat pada konsep ataupun teori mengenai penghitungan bagi hasil, jelas dikatakan bahwa yang boleh ditetapkan diawal ini hanyalah nisbah bagi hasilnya saja. Sedangkan besarnya nilai bagi hasil ini tidak boleh atau tidak dapat ditetapkan di awal. Karena apabila nilai nominal bagi hasil sudah ditetapkan diawal ini tentu sama halnya dengan lembaga keuangan yang menggunakan sistem bunga pada aplikasinya. Dan tentu, hal ini sangat bertentangan dengan konsep ekonomi Islam. Argumentasinya adalah ketika bagi hasil ini ditetapkan dimuka tentu dia akan memakai persentase yang diambil berdasarkan keuntungan yang diinginkan oleh BMT. Bukan dari keuntungan yang didapat oleh mitra selaku mudharib selama menjalankan usahanya. Dan hal inilah yang menjadi masalah mengapa kemudian dari teori penghitungan bagi hasil pada transaksi musyarakah berbeda ketika sampai pada aplikasinya. Jika memang alasan dari BMT adalah untuk memudahkan mitra dalam penghitungan angsuran, tetapi apakah memudahkan itu juga harus melenceng dari garis atau jalan yang seharusnya dilewati. Dalam hal ini BMT Beringharjo memang pernah menanggapi dengan argumentasinya bahwa dibuatkannya proyeksi angsuran ini adalah untuk memudahkan mitra untuk mengansur kepada BMT. Walaupun dalam akad pembiayaan juga sudah dibuatkan analisa kelayakan usaha yang dalam hal ini menurut BMT dapat dijadikan salah satu acuan dalam membuat proyeksi angsuran. Karena menurut pihak BMT setelah mitra yang memohon pembiayaan ini dianalisa kelayakan oleh BMT maka hasil akhir dari analisa tersebut dapat dijadikan acuan mengenai total pendapatan yang diterima oleh mitra setiap bulannya. Sedangkan, belum tentu setiap orang yang melakukan perniagaan, berdagang itu akan selalu mendapatkan keuntungan yang sama disetiap bulannya. Jadi menurut penghitungan bagi hasil yang sebenarnya besarnya nilai bagi hasil ini tidak dapat diketahui diawal atau tidak dapat ditentukan diawal. Karena bagi hasil seharusnya dihitung setelah usaha berjalan sesuai dengan penghitungan bulan, maka dihitung setiap akhir bulan dan seterusnya. Maka dari itu dikatakan akuntansi untuk perbankan syari’ah ini akan lebih rumit dan lebih sulit dibandingkan dengan akuntansi pada perbankan konvensional yang notabene menggunakan sistem bunga. Dan apabila terpaksa menggunakan proyeksi angsuran sebagai dasar atau acuan angsuran, maka proyeksi tersebut pun juga harus mendapatkan kesepakatan diantara kedua belah pihak.

      B. Sistem Sliding pada Transaksi Angsuran Pembiayaan Musyarakah pada BMT Beringharjo Cabang Ponorogo

      Selain permasalahan diatas, ada satu lagi yang menarik dari aplikasi akuntansi yang ada di BMT Beringharjo Ponorogo. Yaitu pada penghitungan proyeksi angsuran pada tabel bagi hasil. Selain pada proyeksi tersebut memang sudah ditentukan terkait bagi hasil yang harus diserahkan oleh mitra kepada BMT, bagi hasil atau besaran nominal yang harus diserahkan pun cukup membuat kami bertanya-tanya, mengapa harus seperti itu? Sesuaikah dengan prinsip syari’ah? Dan terakhir dari pertanyaan kami, bolehkah itu dilakukan?

      Jadi, seperti pada contoh proyeksi angsuran (lihat.lampiran) pada kolom bagi hasil ini menggunakan sistem sliding artinya menurun. Jadi ketetapan yang menjadi ciri khas pada proyeksi angsuran pada semua jenis pembiayaan di BMT Beringharjo adalah pada sliding bagi hasil. Jadi disitu jelas tertera bahwa angsuran basil (bagi hasil) untuk bulan pertama akan lebih besar nilainya dari pada bulan kedua. Dan basil bulan kedua akan lebih besar dari bulan ketiga, dan begitu seterusnya. Sampai dengan yang paling terakhir akan mendapat nilai nominal yang paling kecil diantara nominal-nominal sebelumnya.

      Mengapa harus demikian? Padahal untuk basil juga bisa menggunakan basil rata-rata nilai nominal. Dan mengapa harus menggunakan sistem sliding? Kemudian pihak BMT menjawab. Sistem sliding ini akan meringankan mitra ketika akan membayar atau melunasi angsurannya. Karena walaupun diawal nilai nominalnya agak tinggi namun untuk besaran angsuran selanjutnya akan lebih menurun, menurun, dan menurun. Itulah yang menjadi argumentasi dari pihak BMT. Kemudian muncul pertanyaan yang lain, jikalau mitra ingin membayar basilnya dengan menggunakan basil rata-rata bulanan apa bisa? Kemudian BMT menjawab bisa. Kemudian bertanya lagi, apabila mitra menutup atau melunasi angsurannya sebelum jatuh tempo, apakah nominal basil yang harus dibayarkan juga harus sesuai dengan proyeksi angsuran (total basil) yang sudah ditetapkan dari BMT sampai pada bulan tersebut? Ternyata pihak BMT pun menjawab dengan jawaban iya. Lantas, kesimpulan yang dapat kami ambil adalah dengan sistem sliding ini maka BMT akan mendapatkan keuntungan yang lebih dari pembiayaan tersebut. Dan dalam teori-teori perhitungan basil pun tidak ada teori yang menggunakan sliding. Hal inilah yang menjadi catatan bagi kami selama ini.

      Namun ada satu referensi yang dapat menjawab pertanyaan kami yaitu yang dikkatakan bahwa besarnya nisbah tidak harus sama setiap bulannya selama masa pembiayaan. Dapat dilakukan akad dengan multi nisbah, selama hal ini ditetapkan dengan jelas diawal, misalnya dalam akad disepakati:

      • Nisbah bulan 1-3          : 60-40 (Shohibul Maal-Mudharib)
      • Nisbah bulan 3-6          : 65-35 (Shohibul Maal-Mudharib)
      • Nisbah bulan 6-12        : 70-30 (Shohibul Maal-Mudharib)

      Dengan demikian, semua variasi teknik perhitungan dapat diakomodir dalam perhitungan nisbah bagi hasil, seperti: efektif, pprogressif, sliding, grace period, step-up, disesuaikan dengan karakteristik usaha debitur.

      Jadi, dengan argumentasi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem sliding ini dapat diterapkan. Namun, tidak untuk semua mitra BMT. Harus dilihat juga kemampuan financial, kelancaran usaha dan pendapatan yang diperoleh disetiap bulannya.

      BAB IV

      PENUTUP

      A. Kesimpulan

      BMT Beringharjo cabang Ponorogo merupakan cabang dari BMT BeringHarjo yang berpusat di kota Yogyakarta. Baru berdiri atau diresmikan untuk dibuka cabang di kota Ponorogo pada bulan September 2006. sehingga baru beroperasi di Ponorogo sekitar empat tahun berjalan. BMT Beringharjo lebih mengedepankan prinsip-prinsip syari’ah yang sesuai dengan ketentuannya. Bahkan dalam segala aspek manajemennya BMT Beringharjo sudah mampu untuk menggunakan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syar’i. Walaupun dalam aplikasinya belum 100% bisa dikatakan sesuai dengan syar’i. Namun, hal ini sudah selayaknya untuk memberikan apresiasi yang positif ketika melihat antusiasme dari masyarakat Ponorogo untuk ikut bergabung melestarikan serta memberdayakan dengan  mengenal BMT Beringharjo yang selanjutnya dapat disebut dengan LKS (Lembaga Keuangan Syariah) atau KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah), yang intinya dalam operasionalnya adalah menggunakan prinsip syari’ah. Hal ini dibuktikan dengan jumlah nasabah atau mitra yang telah ikut bergabung dengan BMT Beringharjo dalam waktu sekitar empat tahun berjalan ini sudah mencapai 1426 mitra BMT Beringharjo. Sungguh sebuah prestasi yang cemerlang bagi sebuah lembaga keuangan mikro syari’ah.

      Adapun kajian tentang Praktik Bagi Hasil Atas Transaksi Pembiayaan Musyarakah Pada BMT Beringharjo Cabang Ponorogo adalah:

      1. Dalam aplikasinya, BMT tidak hanya menyepakati pada porsi bagi hasil (nisbah) nya saja. Tetapi juga pada besaran nominal bagi hasil yang harus mitra serahkan kepada BMT. Dan hal ini tentu sangat bertentangan dengan toeri yang menyebutkan mengenai kesepakatan diawal itu hanya sebatas pada nisbah bagi hasilnya saja dan bukan pada besaran nominal bagi hasilnya. Jadi menurut penghitungan bagi hasil yang sebenarnya besarnya nilai bagi hasil ini tidak dapat diketahui diawal atau tidak dapat ditentukan diawal. Karena bagi hasil seharusnya dihitung setelah usaha berjalan sesuai dengan penghitungan bulan, maka dihitung setiap akhir bulan dan seterusnya. Maka dari itu dikatakan akuntansi untuk perbankan syari’ah ini akan lebih rumit dan lebih sulit dibandingkan dengan akuntansi pada perbankan konvensional yang notabene menggunakan sistem bunga. Dan apabila terpaksa menggunakan proyeksi angsuran sebagai dasar atau acuan angsuran, maka proyeksi tersebut pun juga harus mendapatkan kesepakatan diantara kedua belah pihak.
      2. Dalam mekanisme proyeksi angsuran pun (khususnya pada bagi hasil) ternyata BMT  Beringharjo memakai sitem sliding (menurun) yang berindikasi pada keuntungan pihak BMT. Namun ada satu referensi yang dapat menjawab pertanyaan kami yaitu yang dikkatakan bahwa besarnya nisbah tidak harus sama setiap bulannya selama masa pembiayaan. Dapat dilakukan akad dengan multi nisbah, selama hal ini ditetapkan dengan jelas diawal, misalnya dalam akad disepakati:
      • Nisbah bulan 1-3            : 60-40 (Shohibul Maal-Mudharib)
      • Nisbah bulan 3-6            : 65-35 (Shohibul Maal-Mudharib)
      • Nisbah bulan 6-12          : 70-30 (Shohibul Maal-Mudharib)

      Dengan demikian, semua variasi teknik perhitungan dapat diakomodir dalam perhitungan nisbah bagi hasil, seperti: efektif, pprogressif, sliding, grace period, step-up, disesuaikan dengan karakteristik usaha debitur.

      Jadi, dengan argumentasi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem sliding ini dapat diterapkan. Namun, tidak untuk semua mitra BMT. Harus dilihat juga kemampuan financial, kelancaran usaha dan pendapatan yang diperoleh disetiap bulannya.

      B. Kritik dan Saran

      Dengan tanpa mengurangi rasa hormat kepada semua pihak, hanya ucapan tersima kasih yang patut kami haturkan, adapun beberapa kritik dan saran yang kami sampaikan kepada pihak yang terkait adalah:

      1. Untuk Akademik
        1. Mengingat pentingnya kegiatan praktikum, kami selaku mahasiswa program study mu’amalah maka perlu kiranya untuk praktikum tahun depan, terkait dengan tempat praktikum untuk lebih di perhatikan lagi, sehingga bisa maksimal dalam mempraktikkan antara teori yang telah diperoleh dengan praktek di masyarakat.
        2. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang di inginkan dalam praktikum ini maka perlu kiranya untuk memperhatikan faktor-faktor yang dapat mendukung kemampuan mahasiswa, seperti masalah pembelajaran mata kuliyah yang berkaitan dengan perbankan, akuntansi dan hukum Ekonomi Islam.
        3. Dan untuk pembekalan praktikum kedepan, diharapkan untuk lebih diperhatikan lagi. Dan diharapkan untuk keseuaian materi pada pembekalan dengan paktik di lapangan atau dengan praktikum di lapangan.
        4. Bagi dosen pendamping tidak seharusnya menelantarkan mahasiswa yang berpraktikum, dan mampu memberikan masukan yang baik bagi mahasiswa, supaya dalam pelaksanaan praktikum mahasiswa tidak kebingungan dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota keluarga BMT.
        5. Untuk pihak BMT Beringharjo

      Untuk mengatasi masalah yang terjadi di BMT Beringharjo, maka beberapa hal yang mungkin bisa dijalankan oleh pihak BMT, antara lain:

      1. Untuk meningkatkan dalam sosialisasi kepada masyarakat tentang pembiayaan dan produk yang sesuai dengan ketentuan Hukum Ekonomi Islam.
      2. Memperbaiki manajemen keuangan dan akuntansi sesuai dengan prinsip syari’ah dan Hukum Ekonomi Islam.
      3. Untuk lebih baiknya dalam penghitungan bagi hasil pada pembiayaan untuk dihitung perbulannya sesuai dengan pendapatan riil dari mitra. Sehingga tidak akan memberatkan mitra dalam proses pengangsuran dan juga akan lebih menunjukkan bahwa BMT Beringharjo dengan sistem syari’ah berbeda dengan Lembaga keuangan yang menggunakan sistem bunga.
      4. Dan untuk sistem sliding untuk harap lebih diperhatikan lagi. Karena tidak semua mita dapat disama artikan atau di nilai rata-rata dalam kemampuannya berusaha. Dan berharap proyeksi angsuran selanjutnya bukan lagi yang menjadi acuan yang paling urgen bagi mitra untuk melaksanakan angsuran kepada BMT. Jadi agar nantinya BMT Beringharjo bisa lebih fleksibel lagi dalam proses pengangsuran berdasarkan pendapatan mitra.

      Untuk kesempurnaan laporan ini, kami akan senantiasa menerima kritik dan saran dari semua pihak. Demikian laporan ini kami susun sebagai bentuk tanggung jawab kami kepada Akademi Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo selama mengikuti kegiatan praktikum di BMT  Beringharjo Cabang Ponorogo.


      [1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Yogyakarta:EKONISIA,2003) hal. 97.

      [2] Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syari’ah (Yogyakarta:P3EI Press, 2008) 41.

      [3] www.bmtberingharjo.com (25 Maret 2010)

      [4] www.bmtberingharjo.com (25 Maret 2010

      [5] www.bmtberingharjo.com (25 Maret 2010)

      [6] www.bmtberingharjo.com (25 Maret 2010)

      [7] www.bmtberingharjo.com (25 Maret 2010)

      [8] Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syari’ah (Yogyakarta:P3EI Press, 2008) 39-40.

      [9] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Yogyakarta:EKONISIA,2004) 99.

      [10] Ibid., 99-100

      [11] Ibid., 100.

      [12] Ibid., 101.

      [13] Lihat transkrip dokumentasi nomor 06/BDB/F-1/06-III/2010 dalam lampiran laporan ini.

      [14] Lihat transkrip dokumentasi nomor 03/BDB/F-1/02-III/2010 dalam lampiran laporan ini.

      [15] Lihat transkrip dokumentasi nomor 03/BDB/F-1/02-III/2010 dalam lampiran laporan ini.

      [16] Lihat transkrip dokumentasi nomor 05/BDB/F-1/06-III/2010 dalam lampiran laporan ini.

      [17] Brosur BMT Beringharjo

      [18] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2001)

      [19] Lihat transkrip dokumentasi nomor 01/BDB/F-1/01-III/2010 dalam lampiran laporan ini.

      [20] Brosur BMTBeringharjo

      [21] Lihat transkrip dokumentasi nomor 04/BDB/F-1/02-III/2010 dalam lampiran laporan ini.

      [22] Lihat transkrip dokumentasi nomor 02/BDB/F-1/01-III/2010 dalam lampiran laporan ini.

      [23] Brosur BMT Beringharjo

      [24] www.bmtberingharjo.com (25 Maret 2010)

      [25] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik (Jakarta:Gema Insani Press, 2003) 90.

      [26] Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung:Pustaka Setia, 2004) 183.

      [27] Muhammad, Tekhnik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada bank Syari’ah (Yogyakarta: UII Press, 2004) 79-80.

      [28] Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, 90.

      [29] Ibid., 90-91.

      [30] Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, 186.

      [31] Ibid.,

      [32] Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, 91.

      [33] Syafe’i, Fiqih Muamalah, 186.

      [34] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Yogyakarta:EKONISIA,2004) 67.

      [35] Syafe’i, Fiqih Muamalah, 92.

      [36] Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syari’ah (Yogyakarta:P3EI Press, 2008) 321-322.

      [37] Ibid., 322.

      [38] Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syari’ah, 340-341.

      [39] Muhammad, Tekhnik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada bank Syari’ah, 80-81.

      [40] Ibid.,82.

      

      Posted in: praktikum